Tukang Sepatu Yang Do’anya Langsung Terkabulkan

“Bukankah engkau yang tadi malam shalat dan berdo’a di masjid?”

Tukang sepatu itu marah dengan pertanyaan itu. “Apa urusanmu dengan itu semua?”

Lelaki hitam, tukang sepatu yang doanya langsung dikabulkan itu nampaknya tidak ingin diketahui siapa dirinya. Pasti itu bukan kerena dirinya malu sebagai seorang tukang sepatu. Mungkin ia hanya ingin ketulusan doanya adalah rahasia antara dirinya dengan Allah SWT. Ini pilihan untuk menjaga ketulusan dari debu-debu riya’ atau sejenisnya.

karen merasa tidak enak, Al Mankadir berpamitan pulang. Tiga malam kemudian, Al Mankadir tidak mendapati lelaki itu shalat isya’ di Masjid. Ia coba mencari ke berbagai sudut masjid tapi tidak bertemu dengan orang yang dicarinya. karena penasaran, pagi harinya ia ke rumah tukang sepatu itu. Ternyata di rumahnya tidak ada. Keluarganya membaritahu, “Setelah kedatangan engkau, besoknya ia mengemasi perkakas kerjanya, membungkusnya dengan kain lalu pergi tanpa kami tahu kemana ia pergi.”

Al Mankadir tertegun. Ia menelusuri rumah-rumah di Madinah. Berharap bisa bertemu dengan lelaki itu. Tapi tukang sepatu yang doanya dikabulkan itu tidak ada.

kisah diatas tentang kualitas orang dalam meminta kepada Allah SWT. Ini cerita tentang kapasitas orang dalam berdoa kepada Allah SWT. tukang sepatu itu pasti memiliki integritas keshalihan yang mengagumkan. Dalam doanya ada tiga unsur penting ; kekuatan, kesungguhan, dan kejujuran yang total kepada Allah SWT.

Kekuatan, adalah hasil dari kualitas diri yang baik, iman yang kokoh, dan kepribadian sebagai seorang Muslim yang taat. Kesungguhab adalah cermin dari mentalitas seotang mulmin yang mengerti etika dalam meminta. Bahwa Allah SWT menuruh hamna-Nya berdia dengan sungguh-sungguh, tidak setengah-setengah. Apalagi meminta dengan sambil lalu. Dan, kejujuran total, adalah kesadaran penuh bahwa dirinya perlu kepada Allah SWT, memerlukan pwrtolingan-Nya. Untuk sebuah harapan akan hujan, diperlukan rasa yang total kepada Allah . Untuk sebuah jalan keluar atas kekeringan dan kemarau yang panjang diperlukan kepasrahan total kepada Allah, itulah kejujuran.

Tapi tukang sepatu itu juga cerita tentang pencapaian seorang shalih dalam tingkatan meminta. Ia bukan sekedar pendoa dan peminta untuk dirinya sendiri. Ia oeang uang meminta untuk orang lain. Ia berdoa untuk penduduk Madinah. Tapi ia tidak mau dienal sebagai itu. Ia termasuk …seperti kata RAsulullah SAW… “Orang bertakwa yang tidak dienal dan tersembunyi, yang bila datang tak diketahui, bila pergi tak ada yang merasa kehilangan.”

Ya, tidak ada yang merasa kehilangan atas perginya orang itu, kecuali Al Mankadir. Hanya dia seorang, karena dialah yang tahu. Sementara penduduk Madinah, orang-orang di sekitarnya, tidak ada yang merasa kehilangan. Capaian ini memberinya kedudukan yang lebih mulia. Tanpa orang pernah tahu. Betapa ia telah meminta untuk orang-orang di sekitarnya. Tapi begitu dia pergi, tidak ada yang merasa kehilangan.

Memandangi potret hidup si tukang sepatu itu lalu menjadikannya cermin untuk kehidupan kita hari ini, akan membuat hati kita prihatin, sedih, dan malu. Di masa ini kita hidup dalam budaya acuh yang berlebihan. Acuh untuk diri sendiri, apalagi untuk orang lain. Terlalu banyak orang yang merasa sok tidak perlu kepada Allah SWT.

Penyakit jiwa berat orang modern adalah sok tidak perlu keapda Rabb-Nya. Sok tidak terlalu butuh kepada Allah SWT. Kalkulasi hidupnya kelewat rasional. Kalau lagi susah, baru datang kepada Allah, itupun dengan kepasrahan setengah. Orang yang lupa kepada Allah , Akhirnya dilupakan oleh Allah SWT.

Yang lain berkutat dengan kebingungan nya. Tak pernah tahu di jalan mana yang bisa mengantarkannya menuju Allah SWT, untuk mengadukan jiwanya yang kelewat lama kering, memohon kesejukan hidayah bagi rumah tangganya yang telah sangat lama diterpa kemarau. Begitupun mereka banyak yang enggan belajar, malas mencari tahu.

Totalitas dalam soal merasa perlu kepada Allah SWT sepanjang hidup kita harus terus kita benahi. Diperlukan kekuatan, kesungguhan, dan keapsrahan. Seorang mukmin harus mengerti bagaimana seharusnya ia meminta kapada Allah untuk dirinya, keluarganya, bahkan untuk masyarakatnya.

Lelaki hitam yang tak dikenal namanya itu telah mengajari kita cara meminta. Ia memang hanya seorang tukang sepatu, tapi tukang sepatu yang doanya langsung dikabulkan.

Semoga bermanfaat dan bisa menjadi pelajaran buat kita semua, khusunya saya pribadi Aamiin.

Sebelumnya…

Tukang Sepatu Yang Do’anya Langsung Dikabulkan

Assalamualaikum sahabat fillah…

Apakabar saudaraku semua, semoga kita semua selalu dalam keadaan sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT ya.

Nah, apa sih yang terpikirkan dibenak teman-teman saat baru membaca judul dari blog ini?

biar gak penasaran dan jawabannya ngarang sendiri. baca sampai habis ya ” kenapa do’a tukang sepatu itu langsung dikabulkan oleh Allah SWT.” cerita ini sangat bagus karena cerita ini saya ambil dari buku Tarbawi yang berjudul “Menata Kembali cara kita meminta kepada Allah SWT”.

Madinah mengalami kekeringan. Setahun sudah berlalu, kaum muslimin sudah shalat dan meminta hujan tetapi belum unjung turun. Malam harinya, dini hari yang larut, ada lelaki berkulit hitam masuk ke masjid Nabawi. lelaki itu lantas shalat sunnah dua rokaat. Setelah melakukan shalat ia kemudian mengangkat tangan, berdoa dengan do’a yang luar biasa, “Ya Allah, penduduk tanah suci Nabi-Mu telah keluar untuk memohon hujan tetapi hujan tidak juga turun. Aku bersumpah untuk-Mu, turunkanlah hujan untuk mereka sekarang juga.”

Muhammad Al Mankadir yang meriwayatkan kisah itu, dan yang menyaksikan apa yang dilakukan lelaki hitam itu dari dekat, sangat heran dengan bunyi doa yang diucapkan lelaki itu. Kebetulan Al Mankadir telah lebih dilu ada di dalam masjid. Ia duduk tidak jauh dari tempat lelaki hitam itu berdoa. Tapi ia sendiri tidak kenal siapa lelaki itu. “Ini benar dao yang berani” Gumamnya.

Tapi kenyataan memang membenarkan do’a itu. Sebelum lelaki hitam itu meletakan tangannya, suara petir tiba-tiba terdengar menyambar. seketika hujan pun turun dengan derasnya.

Setelah hujan turun, lelaki hitam itu menyambung do’anya, “Siapakah aku, apalah aku sehingga doaku begitu dikabulkan. Ya Allah, kemuliaan kembali kepada-Mu, atas segala kemurahan pemberian-Mu.”

Lelaki itu kemudian terus melakukan shalat hingga subuh tiba. Usai shubuh lelaki itu keluar dari masjid bersama berbondong-bondong orang yang tadi berjamaah shubuh. Al Mankadir mencoba mengikuti dari jauh kemana lelaki hitam itu pergi. Ia ingin thau siap dia. Ternyata ia tinggal di sebuah rumah di pinggir Madinah. Al Mankadir tidak lamgsung menemuinya. Ia kembali lagi ke masjid.

Setelah matahari mulai meninggi, Al Mankadir kembali pergi ke rumah lelaki itu. Ternyata ia seorang tukang sepatu. Lelaki berkulit hitam itu tengah menjahit kulit. Ia pun mempersilakan Al Mankadir duduk. Tukang sepatu itu gembira sekali. Karena ia berharap Al Mankadir datang untuk memesan sepatu.

Setelah duduk, Al Mankadir yang memang tidak berniat memesan sepatu, bertanya perihal do’a luar biasa yang ia lihat semalam.

selanjutnya…

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai